Tampilkan postingan dengan label bahasa inggris | dunia pendidikan | keterampilan berbahasa inggris | Opini | Tips. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label bahasa inggris | dunia pendidikan | keterampilan berbahasa inggris | Opini | Tips. Tampilkan semua postingan

Rabu, 25 Mei 2011

Bahasa Inggris sebagai alat komunikasi

Di kalangan pelajar jika ditanyakan apakah mampu berbahasa Inggris maka beragam jawaban yang diberikan, mulai dari jawaban bisanya hanya yes, no, mengerti apa yang diucapkan orang lain tapi nggak bisa membalasnya, bisa sedikit, takut salah, nggak bisa mengucapkannya dan berbagai alasan lainnya yang terlontar. Sekarang mari kita telusuri berapa lama pelajar tersebut belajar bahasa inggris; saat duduk di bangku SD belajar bahasa inggris (kurang lebih 3 tahun), SMP selama 3 tahun, SMA selama 3 tahun maka  bahasa inggris telah dikenal 9 tahun. Tetapi ironisnya saat ditanyakan kepada mereka, "apakah mampu berbahasa inggris"? maka jawaban di atas lah timbul.

Kejadian di atas berlangsung terus, terus dan terus dan akan terus. Siapakah yang bertanggungjawab dengan jawaban tersebut. Herannya, tidak ada solusi yang diusahakan agar keluar dari permasalahan di atas seperti pepatah anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu atau emang gue pikirin. Sebagai individu dan tokoh sentral yang mengenalkan (introducing) bahasa dan memotivasi (motivate) mereka agar mampu akan tetapi kenyataannya malah jauh dari yang diharapkan (kalau tidak mau di bilang "berantakan"). Terus kemanakah arah pembelajaran yang diharapkan?

Berikut ilustrasi sederhana:

Sebut saja namanya Mike (5 tahun) dan seorang pelajar SMA sebut saja namanya Agung berusia 18 tahun. Saat Agung diajak berkomunikasi dalam bahasa inggris maka Agung akan menolak dengan beragam alasan. Di sisi lain, Mike yang memang "anak bule" berkomunikasi dengan orangtuanya dan lingkungannya menggunakan bahasa inggris dan tidak ada masalah. Pertanyaannya adalah Siapakah diantara mereka, Mike atau Agung yang mampu berbahasa inggris? sudah pasti jawabannya Mike dan alasan utamanya karena Mike anak bule yang notabene memang bahasanya.

Dari ilustrasi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Mike mempunyai kemampuan berbicara dalam bahasa inggris jauh lebih tinggi, lebih percaya diri, lebih terampil dibandingkan Agung walaupun Mike bisanya menghitung sampai puluhan sementara Agung udah sampai jutaan. Mike yang hanya mengetahui beberapa kosa kata sementara Agung sudah mengetahui banyak kosa kata berikut dengan maknanya. Sementara Mike baru pandai membaca dan menulis, Agung justru sudah bisa mengarang, merangkum dan sebagainya. Tetapi bila kenyataan ini disampaikan kepada pelajar bahwa mereka tidak lebih pintar dari Mike maka nada protes, tidak menerima kenyataan ini yang muncul

Ironis memang kondisi di atas, jika Mike yang anak bule memang udah kodratnya bisa berbahasa inggris tanpa belajar dan mampu, maka bagaimana dengan bahasa inggris di sekolah yang 9 tahun dipelajari ternyata tidak ada artinya. Pelajaran bahasa inggris hanya sebagai mata pelajaran tanpa harus mampu menggunakannya dan akhirnya tujuan yang diharapkan hanyalah isian untuk nilai rapor dan keterampilannya sangat minim. Selesai sudah tugas di saat nilai Agung diberikan untuk dituliskan di rapor. Apakah ini wajah keterampilan berbahasa inggris dikalangan pelajar kita? Mampukah diciptakan suasana bahasa inggris menjadi alat komunikasi bukan sebuah kegiatan untuk "nilai (mark)"? atau "kemampuan yang diharapkan" hanya untuk menyusun rangkaian kata (writing) tanpa disertai kemampuan untuk menjadikannya alat komunikasi (speaking)? Pantaskah kita sekarang menyampaikan kepada siswa bahwa bahasa inggris itu penting, dibutuhkan untuk dunia kerja, bahasa internasional dan masih banyak lagi slogan-slogan untuk memotivasi anak.

Sebagai bahan pertimbangan, AFTA 2015 sudah di depan mata dan ini berarti pasar bebas Asia akan diberlakukan dan bahasa yang mempersatukan berbagai bangsa dan bahasa di Asia ini sudah dapat dipastikan bahasa inggris. Kita semua tahu seberapa mampu SDM kita akan bersaing dengan bangsa Asia lainnya. Tapi tindakan perubahan yang kecil jarang di dapati di dalam pembelajaran. Banyak informasi kita dapatkan bahwa sudah banyak upaya yang dilakukan seperti (a) mewajibkan siswa berbahasa ingggris pada hari tertentu (english's day); (b) kegiatan perlombaan; poetry, speech, drama, mengarang; (c) melakukan simulasi-simulasi seperti interview, percakapan. Mungkin itu semua telah dilakukan tetapi tetap saja siswanya tidak mampu untuk berbahasa inggris. Atau malah sebaliknya, beberapa hal di atas jarang/tidak pernah dilakukan dikarenakan berbagai "pertimbangan" sehingga lebih mengutamakan pembelajaran yang tradisional tanpa ada suasana berbahasa di dalamnya. Jika itu yang dilakukan maka wajarlah pada saat ada perlombaan yang diikutkan hanya terfoku pada siswa yang bernilai tinggi di rapor yang notabene siswa tadinya hanya mahir dan pandai menulis (grammer) dan belum tentu dalam percakapan (conversation).

Marilah kita benahi pembelajaran yang tradisional agar kemampuan berbicara siswa dapat tercapai, setidak-tidaknya mampu untuk memotivasi siswa untuk bisa juga seperti kita. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan diantaranya:

1. Menjelaskan dalam bahasa inggris; hal ini jarang dilakukan karena menuntut "kemampuan berbicara" (speaking) tetapi dengan dimulainya berbicara di depan setidak-tidaknya siswa termotivasi untuk dapat bisa seperti kita menyampaikan ke siswa

2. Memberikan praktek-praktek kecil seperti pembacaan berita (reading news), pengumuman (announcement), pembawa acara (host), percakapan (conversation), pemainan/teka-teki (game/puzzle), wawancara (interview) dan ini dilakukan dari siswa untuk siswa (peran aktif siswa)

3. Memberikan praktek menulis lalu menyampaikannya seperti aktivitas sehari-hari (daily activities), jadwal (schedule), hobi/kesukaan (hobbies), menjelaskan sesuatu (mention a object) yang diakukan dengan menggunakan kata-kata sederhana.

Pada mulanya siswa pasti akan menghadapi hambatan dan hambatan ini akan terus berkurang jika sesuatu itu sudah menjadi suatu kebiasaan. Dan ini tidaklah menunggu peralatan multimedia yang lengkap baru itu semua dapat tercapai; bahasa adalah alat komunikasi yang merupakan interaksi sederhana dan tidak membutuhkan alat (tools). Janganlah kita menyampaikan sesuatu itu penting hanya karena orang banyak mengatakan penting dan sangat berguna tanpa kita sendiri merasakan betapa pentingnya itu. Kalau hanya menyampaikan karena kata orang banyak maka siapa saja bisa melakukannya.Tetapi akan menjadi sulit jika sesuatu itu penting karena kita sendiri memang merasakannya sehingga timbul motivasi dari kita sendiri agar orang lain pun dapat dan mampu seperti yang dikatakan oleh orang banyak. Semoga...???!!!!